Total Tayangan Laman

Arsip Blog

Powered by Blogger.
Home » , » Berjuang Melawan Nafsu Diri

Berjuang Melawan Nafsu Diri

eramuslim - Beberapa waktu lalu, pembantu rumah tangga, sebelah majikan saya, disuruh pulang oleh majikan perempuannya. Padahal ia belum genap dua tahun bekerja di Brunei. Permasalahan yang saya dengar, dia menjalin hubungan asmara dengan majikannya yang laki-laki.

Seminggu kemudian, seorang pekerja restoran, yang setiap hari saya kirimi mie, tidak kelihatan bekerja. Dari temannya saya tahu jika ia ternyata sudah pulang. Saya kaget lagi. Informasi selanjutnya yang saya peroleh, dia baru saja menggugurkan kandungan di sebuah rumah sakit. Dan tubuhnya terlalu lemah. Hingga akhirnya terpaksa ia pulang. Rupanya selama bekerja di negeri orang, ia berpacaran lagi dengan seorang lelaki restoran sebelah. Padahal di rumah ia sudah punya suami dan satu anak.

Terakhir, teman saya, seorang sopir di sebuah warung makan, terpaksa harus cepat-cepat kawin, karena perempuan yang dipacarinya sudah dua bulan tidak haid. Dan lagi-lagi, terpaksa, keduanya harus pulang ke tanah air.

Belum lupa dengan tiga kabar tersebut, suatu malam, majikan saya memberi tahu, kabar yang dibacanya di koran memberitakan, polisi menangkap dua pekerja Indonesia. Mereka seorang lelaki dan perempuan. Keduanya tertangkap basah ketika sedang bercinta di suatu tempat.

Satu persatu peristiwa-peristiwa yang menimpa sahabat-sahabat saya bermunculan. Dan itu akan terus disusul dengan berita-berita lain tentunya. Ada yang lucu, unik, tapi ada juga yang sangat serius jika kita lihat dari sudut pandang keimanan. Mengapa tidak? Seorang muslim, yang sedang merantau jauh ke negeri orang, ternyata harus terhempas oleh pernik-pernik nafsu setan.

Akhir-akhir ini, saya sering mendapat surat, telepon dan juga email, dari sahabat, tetangga dan juga saudara-saudara saya. Mereka menanyakan pada saya bagaimana caranya bekerja di luar negeri. Atau beberapa teman malah ingin dicarikan kerja di Brunei, karena katanya di Jakarta gajinya hanya cukup untuk makan dan bayar kontrakan.

Saya berusaha menerangkan kepada mereka dan sedikit memberi rambu-rambu. Sebab proses bekerja di luar negeri tidak seperti yang dibayangkan. Saya juga memberikan saran agar hati-hati berhubungan dengan PJTKI, atau orang-orang yang mencari tenaga kerja di kampung-kampung. Sebab jika tidak berhati-hati bisa terjerumus sendiri. Banyak sahabat-sahabat kami yang terlunta-lunta di perbatasan, karena ternyata visa kerjanya belum ada. Seperti di sebuah kota kecil di perbatasan Indonesia-Malaysia, Singkawang.

Bekerja di luar negeri sah-sah saja. Mereka mungkin tergiur dengan kesuksesan tetangganya. Yang setelah bekerja di luar negeri mampu memperbaiki rumah, menyekolahkan anak, beli tanah dan bisa membeli kebutuhan lainnya. Sehingga kerja di luar negeri seolah sangat indah. Seperti indahnya sebuah gunung yang dilihat dari kejauhan. Atau mungkin karena betapa susahnya mencari penghidupan di sebuah negeri yang bernama Indonesia. Sebab bagi sebagian orang, seperti saya, bisa diandaikan seperti ayam yang sekarat di dalam lumbung padi. Permasalahannya, negeri yang makmur, kata para komponis lagu kebangsaan, negeri belahan sorga, kata Cak Nun, itu masih belum bisa memberikan semacam kesejahteraan pada sebagian rakyatnya. Sehingga mereka beranggapan, bahwa di luar negeri sedang hujan emas, sedang di tanah air sendiri sedang hujan batu.

Dan tak lupa saya juga tekankan pada sahabat saya, jika proses medical check sudah selesai, bukanlah selesai segala-galanya. Ada sesuatu yang maha penting di samping kesehatan fisik, yaitu kekuatan iman. Sebab di luar negeri banyak godaan, seperti saya ceritakan di atas tadi.

Sebelum kita berjuang melawan hal-hal lain, seperti mungkin akan menemui majikan keras, mungkin gaji tak terbayar, job kerja tidak sesuai, atau masa kerja yang tidak sesuai dengan aturan buruh, maka hal terpenting yang harus diperhatikan adalah sejauh mana kekuatan iman untuk melawan diri sendiri. Kata Rasulullah, justru perjuangan melawan diri sendirilah yang terberat sebelum terjun ke kancah perjuangan yang lain. Bahkan lebih berat dari perang Badar.

Saya bukan lagi sok alim. Atau sedang bergaya kesufi-sufian. Sama sekali tidak. Bahkan saya pun tentu masih belepotan dengan daki-daki dosa. Saya hanya tergerak dengan firman Allah: Bahwa kita harus saling mengingatkan dalam hal kebenaran dan kesabaran. Kenapa ini penting? Karena banyak sekali kejadian-kejadian di sekitar saya, yang intinya sebenarnya adalah lemah iman.

Berbekal iman, saya yakin tidak akan rugi. Bahkan akan menuai keuntungan yang sangat besar.

Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang yahudi, orang-orang nasrani, orang-orang shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al Baqarah 62)

Sebab belum lama ini, saya juga mendapat suatu kejadian juga. Seorang teman, memberi saya nomor HP. Setelah saya hubungi, tenyata nomor itu milik seorang perempuan. Sebelum saya bicara banyak, ia telah nyerocos bicara terlebih dahulu. Ia menawari saya untuk jumpa di mana. Jam berapa. Ia siap bertemu kapan dan di mana saja. Dan terakhir ia juga siap diajak ke mana saja jika saya mau. Termasuk tidur bersama. katanya. Na 'udzubillahi mindzalik.

Saya kaget. Pikiran saya menerawang. Ternyata di negeri yang orangnya hampir semua haji ini, ada juga praktek 'jual diri'. Selama ini saya tidak pernah membayangkan. Sebab memang tidak terang-terangan seperti di negeri saya, Indonesia.

Sejurus, saya ingat kata-kata Umar bin Khattab: "Seandainya tidak ada akhirat, saya akan nikmati dunia ini sepuas-puasnya."

Kalimat dari sahabat nabi yang gagah berani itu, seolah menyiram tubuh saya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tentu saja, kalimat itu sangat menyejukkan. Karena keluar dari seorang manusia yang roh imannya sudah begitu kuat. Sehingga menambah sedikit benteng pertahanan nafsu dunia saya.

Maka kepada sahabat saya yang ingin kerja di luar negeri itu, saya menyarankan agar berlatih terus menerus untuk berjuang melawan diri. Melawan nafsu pribadi. Sehingga kelak setelah di luar negeri akan menang melawan siapapun. Apalagi hanya sekedar tawaran manis dari bibir-bibir perempuan. Sebab maaf-maaf saja, Depnaker maupun PJTKI, saat ini belum mengingatkan hal semacam itu. Kecuali hanya "Kuatkan Fisik Anda Sebelum Kerja di Luar Negri". Itu saja yang terpampang di kantor-kantor Depnaker, maupun kantor-kantor PJTKI.

0 komentar:

Post a Comment